DATUK SANGGUL DAN UNGKU


Selasa, 10 November 2009 / 22 Dzulqaidah 1430 H
By. H. Anang Idrak Kaderi

Lalu diceritakanlah, saudara Ungku mau bertobat, maka menghadaplah ia ke Datuk atau Wali Sanggul.
Ungku berkata,” Saya datang kesini ingin minta ditaubatkan oleh Bapak Wali. Karena saya merasa diri saya sangat hebat dan juga terlalu kejam terhadap hamba – hamba Alloh Ta’ala, kalau orang salah sedikit saja lalu saya pukul. Tamper atau saya banting. Saya tidak bisa dilawan orang karena tidak berani dengan saya. Jadi atas kelakuan demikian saya sangat menyesalsekali.”
Wali Sanggul menjawab, “Baiklah, semoga sempurna…”. Beliau kemudian melanjutkan kembali perkataannya.
“Maaf, aku menerangkan sedikit. Aku tahu dengan kelakuanmu yang telah lalu itu, memang luar biasa, memang begitu kalau orang belum sempurna, atau tidak beriman. Dia merasa hebat, pintar, jago. Padahal yang mempunyai sifat-sifat itu adalah yang empunya dunia ini.
“Kalau kita pikirkan secara sempurna, bahwa kita adalah paling bodohnya, karena hidup kita di dunia ini hanyalah sementara, di akhirat adalah selamanya.”
Akhirnya Ungku ditaubatkan oleh Wali Sanggul, dan Ungku mengaku sebenar-benarnya, yakni taubatan Nasuha.
Wali Sanggul berkata, “Selesailah, aku menerangkan sedikit. Kalau kita sudah bertaubat demikian, janganlah sampai mengulangi perbuatan kita itu yang bertentangan dengan Alloh Ta’ala.
“Janganlah kita merasa ketakutan dan merasa berani. Yang sebenarnya ini supaya mengerti maksud isinya : Bismillahirrohman nirrohim – diamalkan dengan sebenar-benarnya.”
Ungku menjawab, “Disamping ini saya mengharap Bapak Wali agar saya dapat belajar ilmu yang bermanfaat. Yang Hak, yaitu Imu Kesempurnaan Dunia dan Akhirat.”
“Baiklah,” jawab Wali Sanggul.
“Ungku, dengarkanlah. Dan perhatikanlah perkataanku ini dengan betul, supaya mendapat ilmu yang hak, atau ilmu yang Kamil Mukamil.
“Kita ini asalnya tiada ada kenapa maka ada ?
“Tentu jadi yang sebenar-benarnya kita ini dasar tiada ada. Pertama, kita jangan merasa hidup dan berkehendak, tahu mendengar, melihat, berkata-kata dan sebagainya.
“Keterangannya adalah :
Kuasa kita hanya merasa          : kekuasaan itu Alloh Ta’ala yang punya
Kehendak kita hanya merasa    : kehendak itu  Alloh Ta’ala yang punya
Tahu kita hanya merasa : Tahu itu Alloh Ta’ala yang punya
Hidup kita hanya merasa           : Hidup itu Alloh Ta’ala yang punya
Mendengar kita hanya merasa: Mendengar itu Alloh Ta’ala yang punya
Melihat kita hanya merasa         : Dengan itu Alloh Ta’ala yang punya
Berkata kita hanya merasa        : Dengan itu Alloh Ta’ala yang punya
            “Rasa itupun kepunyaan Alloh Ta’ala jua. Dan yang ada wujud itu sifat oleh Zat Wajibal Wujud. Cobalah kita periksa dari ujung rambut sampai ujung kaki, mana yang ada milik kita. Kalau ada itu milik kita coret saja, karena kita tidak ada itu, dasar tidak ada.
            “Kemudian pikirkan ini. Bermula Syir Alloh di dalam wujud insane itu adalah firman Alloh SWT dalam Al Qur’an : Al Insanu Syirri Wa Ana Syirrahu. Yang artinya : Bermula insan itu rahasiaku dan rahasiaku itu sifatku, dan sifatku itu tiada lain daripadaku.
            “Kata Syekh Ghaus Al A’zam : Tubuh manusia dan hatinya, nyawanya, pendengarannya penglihatannya, tangannya, kakinya sekalian itu aku nyatakan dengan dirinya. Bagi diriku tiada insane itu lain daripadaku, lain daripadanya. Jangan merampas kepunyaan Alloh SWT.
            “Ini adalah jalan supaya cepat bertemu apa yang dicari – cari, paham dan mengerti ? Jadi tinggal lagi memakainya.
            “Hai Ungku,” kata Wali Sanggul. “Dalam pemakaian ini supaya hati-hati, apik-apik, adapt-istiadat, kita harus memelihara syari’at atau makam Ubudiyah, keharambaan. Jangan sampai hokum syara’ dapat mencela. Supaya dijaga dengan sbaik-baiknya. Tahu adanya dan tahu dengan dirinya.
            “Mka jika tidak tahu dengan dirinya, tidak tahu dengan Alloh. Bila kenal dengan dirinya, kenal dengan Alloh. Bila memuji Asma dengan memuji Alloh. Maksdunya tahu dahulu barulah memuji. Tidak tahu apa yang dipuji-puji, mejadi sia-sia, tidak sempurna pengenalannya itu.
            “Jika kalau kita memandang diri, sama dengan memandang Alloh. Maksudnya, kita itu berdiri, berduduk, berbaring dan apa sebagainya, jangan sampai lepas senantiasa tida putus, jika lepas kembali kepada orang awam.
            “Apa kamu paham, Ungku ?” lanjut Wali Sanggul.
            “Ya, saya paham,” jawab Ungku. “Tentang apa yang diterangkan tadi.”
            “Baiklah,” kata Wali. “Mari kita masuk ke dalam kamar, aku menerangkan yang terakhir.”
            “Kamu tinggal menghayati saja lagi. Dan kamu supaya masuk kamar dahulu, coba-coba 40 hari.”
            “Baiklah,” jawab Ungku.
            “Sampai disini keridhaan Alloh,” kata Wali.
            “Saya akan masuk kamar, tapi harap doa’akan agar cepat mendapat ilham dari Alloh,” kata Ungku.
            “Baiklah,” jawab Wali.
            Maka Ungku pun pulang ke rumah menghadap istrinya.
            “Aku sudah selesai belajar pada Wali Sanggul. Hanya tinggal menghayati saja. Dan aku disuruh membuat satu kamar,untuk menghayati pelajaran tersebut selama 40 hari lamanya, kalau sesuai dengan ini kamu sebagai persetujuan.”
            “Silahkan,” jawab istrinya.
            Ungku menambahkan, “Kalau aku masuk kamar selama 40 hari, bagaimanapun jangan diganggu. Karena kalau diganggu maka batal.”
            “Baiklah,” jawab istrinya.
            “Ini saya hitung sepuluh hari yang sunyi, mulai satu hari sampai kedua puluh hari masih ada kedengaran. Kalau begini, saya tidak tahan lagi.”
            Kemudian pintu kamar itupun dibuka oleh istri Ungku. Dilihatnya badan suaminya berpecah-pecah seperti mentimun belungka yang masak, dan terkejutlah istrinya.
            “Suamiku meninggal…suamiku meninggal…,” demikian teriak istri Ungku di sepanjang perjalanan menuju rumah Wali Sanggul.
            Setelah sampai ia berkata tersedu –sedu sambil menangis, dan memberi salam kepada wali
            “Wa’alaikum salam,” jawab Wali Sanggul. “Silahkan masuk.”
            “Saya tidak masuk karena hanya memberi kabar kepada tuan Wali sebentar.
            “Barangkali suami saya sudah meninggal dunia. Karena badannya pecah-pecah seperti mentimun belungka matang. Saya buka sendiri kamarnya.”
            “Astagfirullah alaadzim. Baiklah aku akan kesana,” sahut Wali Sanggul.
            Berangkatlah Wali ke rumah Ungku, dibukalah kamarnya, kemudian ia berkata,
            “Hai Ungku, bangun!” sambil menepuk badan Ungku, maka bangunlah Ungku melihat gurunya datang.
            “Sampai disini keridhaan Alloh kepadamu, sedikit hari lagi jadi. Mudah-mudahan lain hari dapat diteruskan semoga jadi, sesuai dengan keridhaan Alloh kepadamu.”
            “Saya sabar dan bersyukur saja,” kata Ungku.
            “Alhamdulillah, wahai Ungku. Aku pulang. Assalammu’alaikum,” pamit Wali Sanggul.
            Lalu Ungku tinggal duduk termenung, karena ia sudah melihat rahasia seisi alam semesta ini. Dia selalu tafakur dimana ia duduk, karena selalu memikirkan tentang hal yang ia alami.

Wallahu’alam bissawab.

0 komentar:

Posting Komentar